BLANTERVIO103

Cerpen : My Classmate My Mainstay

Cerpen : My Classmate My Mainstay
Jumat, 18 Oktober 2019

Oleh Nur Afrida Handayani Siswa SMA 11 Pinrang Anggota KINERSI Rumah cahaya"


Saat ini saya merasa aneh, berbeda dari hari-hari sebelumnya. Otak dan benak sudah berkecamuk bagai ombak di laut lepas. Anehnya, saat melangkah melewati mulut pintu, semua mata tertuju kepada saya. Di saat itu saya mulai takut dan panik, serasah tidak mau menampakkan diri lagi. Aku baru saja mau mencoba untuk kabur, namun mendadak berjumpa bu guru.

“Fida, kamu mau kemana? Jam pelajaraan akan segera dimulai. Ayo masuk ke kelas!” tegurnya.
“Iya, bu.. Tapi saya takut masuk ke kelas.”
“Takut kenapa? Ayo masuk!” kata ibu guru.
Saat itu dalam keadaan terpaksa saya harus masuk untuk belajar. Lantas salah satu teman saya menghampiri bu guru. Namanya Sinta. Dia kemudian mengajak Bu Guru menjahui saya entah karena sebab apa. Jelas terlihat Sinta mengatakan sesuatu kepada ibu guru tetapi indra pendengaran saya tidak mampu menagkap apa yang dibicarakan.

Saya hanya terus berjalan ketempat bangku. Aku duduk dan seketika keadaan lumayan membaik. Satu demi satu pelajaran berlangsung. Setiba pelajaraan hampir selesai, perasaan cemas itu kembali muncul. Saya sangat takut, tapi di satu sisi saya pun berpikir mau sampai kapan ditakut-takuti oleh perasaan sendiri seperti ini?
Setelah pelajaraan selesai, saya bergegas keluar dari kelas. Tak lama kemudian saya berjalan menuju ke kantin sekolah yang lebih akrab disebut “kope” itu oleh anak-anak di sekolah. Saya berjalan di koridor yang merupakan lintasan english zone. Saya bertemu dengan salah satu teman yang menyapa saya.
“Hi Fida, why do you look so scared?” sapanya.
“My face is really like a scared person?” jawabku.
“Yes, really.”

Pembicaraan tersebut belum selesai sampai di situ. Saya langsung membatalkakan niat untuk ke kope karena tidak mau ada seseorang yang tahu masalah saya. Apalagi, masalah saya bukan masalah yang biasa dan juga menyangkut masalah kelas. Jadi, otomatis kalau orang di luar kelas tahu sama saja saya membongkar aib kelas sendiri.
Maka dari itu, saya berusaha menahan diri untuk menutupi masalah-masalah yang saya alami. Saya lalu berjalan menuju ke gerbang sekolah dan menunggu orang tua untuk  menjemput pulang ke rumah. Tak lama kemudian, setelah saya sampai di depan gerbang sekolah, orang tua saya pun tiba untuk menjemput saya. Tak lama dan tak membuang-buang waktu lagi saya terus meranjak untuk naik ke mobil tersebut.

“Nak, kenapa mukamu seakan-akan mau cepat pulang?” Ayah bertanya pada saya.
“Tidak papa ayah,” kata saya sembari tersenyum namun tersirat tanda tanya.
Tak lama kemudian aku pun telah sampai di rumahku tercinta tersebut. Aku turun dan terus berjalan masuk ke rumah. Di saat itu saya sambil berjalan menuju masuk dalam kamar, saya berpikir “Kenapa saya harus dicuekin oleh semua teman satu kelas saya sendiri?”. Seiring berjalannya waktu, saya merasakan hanya menyia-nyiakan waktu dan menghabiskannya tanpa aktivitas. Tak melakukan apa-apapun di dalam kamar, saya  hanya merenung, merenung, dan merenung. Memikirkan masalah yang saya hadapi di sekolah.

Saya tidak tidur semalaman, mengapa saya selalu memikirkan masa yang ada di kelas saya? Tak lama matahari pun muncul, mau tak mau saya beranjak dari tempat tidur untuk mandi dan bergegas ke sekolah. Setelah saya sudah bergegas, kemudian saya memanggil ayah untuk mengantar saya ke sekolah.
Di perjalanan, semakin dekat dari sekolah persaaan ini semakin kacau. Tepat saat sampai di depan gerbang sekolah, saya merasa dan berpikir tak mau turun dari mobil. Tetapi di balik itu hati kecil ini berkata bahwa saya harus masuk sekolah karena saya berpikir biar masalah ini berlalu begitu saja. Sebelum turun saya berjabat tangan kepada ayah dan setelah itu berjalan menuju kelas.

Berjalan terus menerus dan sesampai di depan kelas saya tidak menemukan siapapun. Kelas tampak sunyi dan menyeramkan. Di situ kepanikan dan ketakutancsaya  mulai bertambah dan sebelum saya membuka pintu saya membaca tulisan yang bertulisan “atas nama fida harap ke Ruang BK sekarang”. Disitu kepanikan dan ketakutan terus menjadi-jadi. Saya berusaha untuk tegar dan tabah untuk mengikuti bacaan tersebut. Di situ saya tidak memikirkan apa-apa lagi. Yang ada dipikiran mungkin teman sekelas membenci saya. Entah sebab apa sehingga tanpa sepengetahuan saya mungkin pernah ada kata-kata saya yang menyinggung hati teman-teman. Lantas, dia melapor ke bk hingga aku dipanggil untuk menghadap.

Saya berjalan lururs menuju ruang bk. Sesampai di sana, tepat di atas pintu ruangan saya membaca tulisan “Langsung masuk saja ya!”. Saya membuka pintu perlahan. Begitu terbuka, saya melihat ruangan itu gelap dan seolah kosong. Lampunya mati padahal setahu saya lampu ruangan ini tidak pernah dimatikan saat jam sekolah. Saya memberanikan diri melangkah masuk. Saya benar-benar tidak bisa melihat apa-apa di dalam. Sekitar 3-4 langka saya berjalan, mendadak lampu menyala. Teman-teman dan guru-guru saya bersorak, “Happy Birthday Fida!”. Lembaran-lembaran kertas berterbangan di hadapan saya. Saya tak menyangka sekali bahwa hari ini akan seperti ini. Saya bahkan sempat lupa kalau hari ulang tahun saya.

Teman-teman saya begitu baik sampai tidak melupakannya. Bukan hanya ucapan yang diberikan, tetapi juga kado yang sangat special. Aku dibuat senang dan bangga memiliki teman dan juga guru seperti mereka. Saking bahagianya, saya menangis terharu di tengah kerumunan orang-orang. Sungguh, ini adalah hari yang tidak akan pernah bisa kulupakan sepanjang hidup.


Biodata Penulis
Nur Afrida Handayani, lahir di dunia 15 tahun yang lalu tepat pada tanggal 12 Desember 2003. Anak ke-5 dari buah hati Drs. Alimuddin dan Hj. Hasanatang S.pd. Bertempat tinggal dikota kecil di bagian Timur Indonesia, Pinrang. Saat ini menempuh pendidikan di SMAN 11 Pinrang. Penulis bisa dihubungi melalui akun sosial media :
Instagram : @nafridahdy12
Facebook :Nur Afrida
Share This Article :

TAMBAHKAN KOMENTAR

3160458705819572409