BLANTERVIO103

Perusda Bukan Perusak Daerah

Perusda Bukan Perusak Daerah
Jumat, 19 Juli 2019

Oleh : DR Mursalim Nohong, SE, MSi
KPS Magister Keuangan Daerah FEB UNHAS 

Ada amanah pemerintah yang dikonstruksi dalam bentuk konstitusi otonomi daerah pada tahun 1999 yang hingga saat ini belum bisa diterjemahkan baik oleh pemerintah daerah yakni pembiayaan atau pendanaan pembangunan daerah yang bertumpuh pada kapasitas fiskal daerah sebagai bentuk kekuatan finansial. Otonomi daerah tidak sekedar pelimpahan kewenangan pemerintah tetapi juga bagaimana pelaksanaan program dan kegiatan pembangunan itu didanai sendiri oleh daerah dengan inovasi dan kreatifitas keuangan yang baik. Faktanya dari 34 Propinsi di Indonesia hanya 9 atau 20 persen saja diantaranya yang kapasitas fiskalnya tinggi dan sangat tinggi. Artinya sekira 80 persen propinsi masih harus tergantung kepada pemerintah pusat melalui alokasi dana transfer baik transfer umum (DBH dan DAU) maupun transfer khusus (DAK fisik dan non fisik), dana insentif daerah, dana OTSUS, dana keistimewaan dan dana desa untuk menggaji dan mendanai setiap geliat pembangunan. Padahal yang diharapkan sesungguhnya untuk itu adalah kontribusi besar Pendapatan Asli Daerah terhadap seluruh komponen belanja daerah.

Diantara 3 komponen pendapatan daerah (Pendapatan Asli Daerah/PAD, Pendapatan transfer dan lain-lain Pendapatan Daerah yang sah), PAD dengan seluruh komponennya memegang peranan dalam mewujudkan kemandirian fiskal daerah. Dalam peta dan struktur PAD, hasil pengelolaan kekayaan daerah yang dipisahkan pada Perusda/BUMD diharapkan tampil sebagai pengisi pundi-pundi pendapatan daerah. Akan tetapi harapan tersebut seolah berharap kedatangan seseorang yang belum berangkat meninggalkan tempatnya. Pemerintah melalui Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Dalam Negeri mendefinisikan Badan Usaha Milik Daerah atau Perusda sebagai badan usaha yang seluruh atau sebagian besar modalnya dimiliki oleh Daerah. Sehingga definisi tersebut seolah memang hanya mengedepankan aspek kekuatan permodalan. Untuk merekonstruksi definisi dan harapan akan kontribusinya, maka sebaiknya Perusahaan Daerah (Perusda)/BUMD dibentuk oleh pemerintah daerah sebagai sebuah organisasi bisnis yang dikelola secara profesional, intermediasi pemerintah dalam penyelenggaraan kebutuhan masyarakat dan sebagai alokasi investasi yang profitable baik pemerintah maupun pihak swasta. Dengan pengelolaan BUMD yang profesional, maka perkembangan inflasi daerah dapat dikendalikan sehingga tidak membebani masyarakat. Dengan pengelolaan profesional, BUMD dimungkinkan mendapatkan keuntungan dan menyumbang PAD seperti BUMD yang ada di Jakarta atau kota-kota lainnya.

Dilahirkan dalam struktur pasar yang cenderung monopoli, mengapa BUMD khususnya PDAM masih mengalami kerugian? Beberapa faktor penyebabnya adalah kualitas SDM rendah, unit usaha atau core business yang dikelola tidak layak dan tidak memilik daya saing, kekuatan permodalan, komposisi hutang yang besar dibandingkan dengan revenuenya,  inefisiensi usaha dan operasi, aset perusahaan yang tidak produktif (idle capacity), seperti tanah dan bangunan yang menyebabkan overhead relatif tinggi, persaingan dari pihak swasta yang memproduksi barang sejenis, Beban keharusan untuk menyetor sebagian laba, dan Adanya BUMD yang pendiriannya dipaksakan, walaupun secara ekonomis tidak layak (tidak feasible), dengan alasan menyangkut kebutuhan pelayanan umum sehingga usahanya tidak efisien (merugi). SDM organisasi BUMD umumnya tidak memiliki kompetensi dibidangnya. Beberapa SDM khususnya level direksi ditempatkan tanpa memperhatikan latar belakang pendidikan dan kompetensi yang dimiliki. Banyak direksi BUMD pada awalnya adalah tim sukses pimpinan daerah atau desakan dari partai pendukung dalam pemilihan sehingga terpaksa harus melanggar sejumlah aturan. Kondisi seperti ini cepat atau lambat akan menurunkan inisiatif dan semangat kerja SDM yang selama ini telah berkiprah di BUMD. Padahal untuk diangkat sebagai direksi atau anggota direksi BUMD sebagaimana diatur dalam PP Nomor 54 Tahun 2017 dan Permendagri Nomor 37 Tahun 2018 harus memenuhi persyaratan:  1). Sehat jasmani dan rohani; 2). memiliki keahlian, integritas, kepemimpinan, pengalaman, jujur, perilaku yang baik, dan dedikasi yang tinggi untuk memajukan dan mengembangkan perusahaan; 3). memahami penyelenggaraan pemerintahan Daerah; 4). memahami manajemen perusahaan; 5). memiliki pengetahuan yang memadai di bidang usaha perusahaan; 6). berijazah paling rendah Strata 1 (S-1); 7). pengalaman kerja minimal 5 (lima) tahun di bidang manajerial perusahaan berbadan hukum dan pernah memimpin tim; 8). berusia paling rendah 35 (tiga puluh lima) tahun dan paling tinggi 55 (lima puluh lima) tahun pada saat mendaftar pertama kali; 9). tidak pernah menjadi anggota Direksi, Dewan Pengawas, atau Komisaris yang dinyatakan bersalah menyebabkan badan usaha yang dipimpin dinyatakan pailit; 10). tidak pernah dihukum karena melakukan tindak pidana yang merugikan keuangan negara atau keuangan daerah; 11). tidak sedang menjalani sanksi pidana; dan 12). tidak sedang menjadi pengurus partai politik, calon kepala daerah atau calon wakil kepala daerah, dan/atau calon anggota legislatif. Syarat-syarat tersebut memberikan pelajaran penting diantaranya 1). Seolah ingin menyampaikan bahwa BUMD bukan tempat untuk belajar pemimpin organisasi, 2). BUMD bukan tempat untuk memperoleh dana bagi organisasi lain seperti partai politik, 3). Bukan tempat balas budi pimpinan daerah terpilih. Dari sisi proses, maka direksi haruslah dipilih melalui proses seleksi dengan tahapan-tahapan berjenjang yakni tahapan uji kelayakan dan kepatutan yang dilakukan oleh tim atau lembaga profesional. Jika jabatan yang dipertaruhkan dalam BUMD disebut dengan Direktur Utama, maka direktur utama diangkat dari salah satu anggota Direksi. Dengan kata lain, tim sukses yang berada di luar organisasi BUMD tidak dapat diangkat menjadi direktur utama dengan alasan apapun.

Dengan pengelolaan organisasi BUMD secara profesional, maka organisasi tumbuh menjadi organisasi bisnis yang akan memberikan kontribusi balik kepada para pemegang saham seperti pemerintah daerah dalam bentuk dividen. Penyertaan modal yang dilakukan oleh pemerintah daerah tidak lagi sebagai wujud mandatory peraturan perundang-undangan belaka tetapi menjadi alokasi investasi yang liquid dan menguntungkan.  Untuk itu, pemerintah daerah dalam mengangkat seorang sumberdaya organisasi seperti direksi mengedepankan pertimbangan kelayakan kompetensi agar perusahaan daerah/BUMD tumbuh menjadi organisasi bisnis profesional dan tidak membebani APBD apalagi merusak atau mengganggu neraca pemerintah daerah karena adanya piutang BUMD yang tak kunjung terbayarkan dari waktu ke waktu.  Semua praktik dan pencapaian kinerja BUMD terletak pada kebijakan dan itikad baik pemerintah daerah. (*)

Share This Article :

TAMBAHKAN KOMENTAR

3160458705819572409