Kisah Inspiratif H. Ahmad Salihin Membangun Wisata Alam di Tanah Sendiri
Sidrap, Lenteramerahnews.co.id —
Siapa sangka, dari sebuah bukit sepi di Kecamatan Pitu Riase, Kabupaten Sidenreng Rappang (Sidrap);kini berdiri destinasi wisata yang dikenal luas hingga tingkat nasional.
Puncak Bila Sidrap. Di balik kesuksesan itu, ada sosok visioner bernama H. Ahmad Salihin, pengusaha yang berhasil menyatukan semangat agrobisnis dan pariwisata dalam satu kawasan terpadu.
Saat ditemui di area Puncak Bila, suasana pagi terasa sejuk dengan panorama perbukitan yang membentang hijau. Di sela-sela perbincangan, H. Ahmad Salihin bercerita dengan rendah hati tentang awal mula ide pembangunan tempat wisata ini.
“Awalnya, dari hikmah Ramadan,” kenangnya sambil tersenyum. “Waktu itu anak-anak sering berjalan-jalan dan masuk ke lokasi ini. Dari situ saya berpikir, ternyata orang-orang butuh tempat hiburan yang menenangkan, yang dekat dengan alam.”
Dari Agrobisnis ke Pariwisata
Sebelum dikenal sebagai pemilik destinasi wisata, H. Ahmad Salihin sudah lebih dulu menekuni dunia agrobisnis. Di lahan yang sama, ia mengembangkan berbagai sektor seperti sawah, perkebunan, perikanan, dan peternakan. Menurutnya, semua itu saling terhubung dan menjadi fondasi ekonomi lokal.
“Di sini bukan cuma wisata,” ujarnya sambil menunjuk hamparan hijau di bawah. “Ada sawah, kebun, kolam ikan, bahkan peternakan. Semua berputar. Wisata bukan hanya soal profit, tapi pemberdayaan masyarakat.”
Ia menegaskan bahwa bisnis apa pun pasti fluktuatif. “Kadang naik, kadang turun. Tapi prinsip saya, kerja dulu baru dipelajari. Intinya selalu bersyukur, karena ini rezeki yang tidak disangka-sangka,” ujarnya dengan nada penuh keikhlasan.
Dari ADWI ke Wonderful Indonesia Award
Puncak Bila kini bukan sekadar destinasi lokal. Kawasan ini sudah menembus 30 besar Wonderful Indonesia Award (WIA) 2025, sebuah ajang bergengsi dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif RI.
“Awalnya kita ikut ADWI, sekarang WIA. Dari 500 dinas dan instansi yang menyeleksi di tingkat daerah, provinsi, hingga pusat, yang lolos 60 besar hanya dua dari Sulsel, termasuk Puncak Bila. Dan ketika disaring lagi ke 30 besar nasional, tinggal satu dari Sulsel, itu kita,” ungkapnya bangga.
Kunci keberhasilan itu, katanya, ada pada pembenahan dan inovasi berkelanjutan. “Wisata itu harus terus berubah. Kalau berhenti berinovasi, pengunjung akan bosan. Kami sasarannya masyarakat menengah ke bawah, dengan konsep wisata ramah lingkungan, keluarga, alami, dan natural. Tapi kita tetap menuju kelas eksklusif,” jelasnya.
Inovasi dan Tantangan
Beragam fasilitas kini tersedia di Puncak Bila: waterboom, kolam anak, wahana permainan air (water play), motor ATV, flying fox, bebek air, kano boat, serta berbagai spot foto ikonik seperti Kincir Belanda, sepeda raksasa, kursi raksasa, kacamata raksasa, hingga bola basket raksasa.
“Yang paling saya suka dari dunia pariwisata itu tantangannya,” ujarnya. “Yang paling rumit justru pemasaran. Tapi karena pemandangannya indah dan pengunjung puas, promosi terbesar justru datang dari mereka sendiri.”
Pandemi COVID-19 juga menjadi ujian tersendiri. “Tantangan terbesar pasca-COVID adalah daya beli masyarakat yang menurun. Tapi alhamdulillah, kita masih bisa bertahan sampai sekarang,” katanya.
Menyimpan Rencana Besar
Ketika ditanya tentang rencana ke depan, H. Ahmad Salihin hanya tersenyum penuh arti. “Ada target dan perencanaan besar,” katanya sambil tertawa. “Tapi belum ada restu dari orang tua. Jadi untuk sementara masih rahasia dulu, karena ini menyangkut lahan sekitar 57 hektar,” ujarnya dengan nada bercanda.
Baginya, semua pencapaian ini adalah hasil kerja keras, pengalaman, dan ilmu yang ia satukan untuk membangun pariwisata daerah. “Pengalaman dan kuliah saya satukan di sini. Semoga Puncak Bila bukan hanya jadi tempat hiburan, tapi juga pusat pembelajaran, pemberdayaan, dan kebanggaan bagi Sidrap,” tutupnya.
Catatan penulis.
Puncak Bila kini tak sekadar ikon wisata, tapi simbol perjuangan, ketekunan, dan rasa syukur seorang putra daerah, H. Ahmad Salihin yang mengubah bukit sunyi menjadi destinasi berkelas nasional tanpa melupakan akar kearifan lokal.
Penulis : Darwis Junudi.
Emoticon