Pasangkayu.Lenteramerahnews.co.id.
Beberapa hari terakhir ini para kepala diliputi kecemasan dan tanda tanya besar mengenai pencairan Dana Desa Tahap II Tahun 2025.
Kecemasan itu akhirnya terjawab setelah dikelaurkannya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 81 Tahun 2025 yang mengatur penyaluran Dana Desa Tahun Anggaran 2025 yang ditandatangani oleh Menteri Keuangan, Purbaya Yudhi Sadewa tanggal 19 November 2025.
Salah satu pasal yang paling krusial dalam PMK 81 ini adalah Pasal 29B, yang secara langsung mengatur mekanisme penundaan bahkan pembatalan penyaluran Dana Desa Tahap II tahun 2025.
Dalam ketentuan di pasal tersebut dinyatakan bahwa desa yang belum melengkapi seluruh persyaratan pencairan Dana Desa Tahap II hingga tanggal 17 September 2025 akan mengalami penundaan penyaluran.
Penundaan ini mencakup dua kategori Dana Desa, yaitu Dana Desa yang ditentukan penggunaannya (earmark), dan Dana Desa yang tidak ditentukan penggunaannya (non earmark.
Dana Desa yang earmark di antaranya adalah Bantuan Langsung Tunai (BLT) Desa, program penanganan stunting, dan program ketahanan pangan.
Sedangkan Dana Desa yang non earmark biasanya untuk pembangunan dan pemberdayaan masyarakat yang lebih fleksibel penggunaannya.
Dana Desa earmark masih dapat dicairkan kembali asalkan desa segera melengkapi seluruh persyaratan sebelum batas akhir penyaluran.
Adapun Dana Desa non-earmark dipastikan tidak akan disalurkan kembali, meskipun desa melengkapi berkasnya setelah tanggal tersebut. Dengan kata lain, dana tersebut hangus bagi desa.
Dana non-earmark yang hangus tersebut selanjutnya akan digunakan pemerintah pusat untuk program prioritas nasional atau kepentingan pengendalian fiskal, yang penggunaannya ditetapkan melalui Keputusan Menteri Keuangan.
Regulasi ini membuat polemik di desa, Sebab sejumlah program yang sudah direncanakan, bahkan yang sudah terlaksana terancam batal karena sumber dananya tidak lagi tersedia, Sehingga banyak desa kini kelimpungan mengevaluasi kembali APBDes yang telah disusun.
Desa juga semakin terjepit dengan adanya isu lain soal rencana pemerintah memotong 2/3 Dana Desa tahun 2026 untuk pembiayaan Koperasi Desa Merah Putih (KDMP).
Ketua Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (APDESI) Kabupaten Pasangkayu, Sulbar, Nurdin M, menilai PMK 81/2025 tidak berpihak kepada desa dan justru menjerat pemerintah pekon.
Kades Kaluku Nangka ini menyebut revisi PMK 108 Tahun 2024 ke PMK 81 Tahun 2025 terkesan sepihak karena diterbitkan tanpa sosialisasi. Selain itu, aturan tersebut langsung berlaku surut, sehingga desa dinilai mustahil memenuhi syarat dengan tenggat waktu yang disediakan.
“PMK 81 bertentangan dengan semangat Undang-Undang Desa yang memberikan otonomi dan kewenangan penuh kepada desa dalam mengelola sumber daya dan keuangannya. Secara umum Apdesi mulai pusat sampai daerah meminta agar PMK 81 ini dievaluasi kembali, karena merugikan program skala prioritas desa. Perlu diingat bahwa Desa itu punya undang-undang tersendiri," Ujar Nurdin, Senin, 01/12/25.
Nurdin menambahkan, ada sekitar 18 desa di kabupaten Pasangkayu yang terdampak PKM 81. Kondisi ini dinilai akan berdampak pada program-program desa yang telah disusun melalui musyawarah desa.
"Kami kepala desa tidak masalah DD itu dipotong oleh pusat, tapi harusnya ada pemberitahuan jauh sebelum PMK ini dikeluarkan. kalau begini kan, hak otonom desa terkesan dikebiri pemerintah pusat," Imbunya.
Dia juga menegaskan jika DPP APDESI akan menempuh menempuh langkah hukum dan aksi massal mendesak pemerintah tinjau ulang PMK nomor 81 tersebut.
"Kami dari DPC Apdesi sisa menunggu instruksi dari DPP," Tutupnya. (LM)

Posted by 

Emoticon