MAKASSAR, LENTERAMERAHNEWS.CO.ID
Penyebaran dan distribusi bibit pertanian dan perkebunan di Indonesia sejatinya harus di tata kelola lebih baik lagi.
Pemerintah perlu lebih tegas menghadirkan istrumen hukum semisal Satgas yang bekerja secara transparan dan akuntabel mengawasi penangkaran, pengadaan dan distribusi Bibit agar dugaan adanyanya Mafia bisnis Bibit tak ada lagi.
Hal tersebut di sampaikan Ketua Umum Perkumpulan Penangkar Benih Tanaman perkebunan Indonesia, Dr. Ir.H. Badaruddin puang Sabang, MM ahad 24/4-2022 di Makassar, menampik pernyataan Menteri Badan Usaha Milik Negara ( BUMN ) Erik Thohir, yang menyatakan ada mafia bermain dalam bisnis pengadaan Bibit hingga petani tak dapat bibit berkualitas, sebagaimana di lansir di berbagai media.
Menurut Badaruddin, dapat dipastikan tak ada mafia bibit atau benih di Departemen Pertanian terlebih di lingkup direktorat Jenderal perkebunan, tidak ada ruang bagi mafia untuk bermain. " Bagaimana mau ada mafia bibit, sementara produsen sumber benih setiap komoditas sudah jelas.
"Begitu juga dengan produsen benih pembesaran yang tersebar di beberapa provinsi, Kabupaten dan Kota yang menyiapkan benih siap salur, jadi kemungkinan ada ruang bagi mafia di sektor Benih dan Bibit tak ada celah" tegas Badaruddin penuh semangat.
Demikian halnya kualitas benih dan bibit tanaman perkebunan yang beredar ke petani saat ini, adalah benih berkualitas unggul yang telah melewati proses sertifikasi ketat. Jadi rendahnya kualitas produksi pertanian dan perkebunan bukan dari faktor Bibit tapi banyak hal misalnya, ketersedian Pupuk selain mahal juga langkah saat petani membutuhkan, perlunya bimbingan teknis bagi petani soal budidaya tanaman, membantu sarana prasarana produksi dan menghubungkan petani dengan pasar agar mendapatkan harga yang optimal.
"Intinya, hasil panen petani di jamin terserap pasar dengan harga layak," tegas Badaruddin yang juga Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Partai Bulan Bintang Sulsel.
Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Sulsel ini, meniliai belum optimalnya keberpihan pemerintah pada sisi permodalan petani. Badaruddin mencontohkan,
"Program kredit murah bagi petani baik dari Perbankan maupun dari lembaga keuangan formal belum cukup merata secara masif di pedesaan. Hingga, tak heran pada sisi permodalan petani masih suram, petani secara terpaksa mencari sumber permodalan dari sumber lain akibatnya biaya produksi terbebani," kunci Badar.
(ris/wis)
Emoticon