BLANTERVIO103

Konflik Klasik yang Hampir Dilupakan Kini Menguak Kembali, Ini Tanggung Jawab Siapa ?

Konflik Klasik yang Hampir Dilupakan Kini Menguak Kembali, Ini Tanggung Jawab Siapa ?
Senin, 20 Maret 2023

 


Fenomena Penetapan Awal Bulan Hijriah di Indonesia

Mursyid Fikri S.Pd.I.MH

(Dosen Ahli Falak/ Sekretaris Gugus Kendali Mutu Fakultas Agama Islam UNISMUH Makassar)

Beredarnya berbagai Video dan pemberitaan di media berupa narasi-narasi tuding-menuding baik di media sosial maupun media Massa mengenai perbedaan awal bulan Hijriah yang terjadi di Indonesia Akhir-akhir ini menguak kembali, di tambah lagi dengan terbukanya media informasi secara Global menambah banyak opini yang muncul di masyarakat dalam menanggapi perbedaan awal bulan ini.


Perbedaan seperti ini sebenarnya bukanlah hal yang baru dimasyarakat tapi munculya narasi-narasi dari para Tokoh Nasional yang dimaknai berbeda oleh masyarakat menjadi pemicu Konflik “Ego Organisasi” mencuak kembali.


Saya selaku pegiat Falak didaerah Makassar sangat menyayangkan ketika sekelas Tokoh Nasional Prof. Thomas Djamaluddin (Profesor Riset pada Organisasi Riset Penerbangan dan Antariksa BRIN) yang dulunya sebagai kepala LAPAN RI yang telah diintegrasikan kedalam BRIN mengungkapkan Narasi Buruk yang dapat memicu konflik baru dimasyarakat baik kepada media Massa Maupun Media Sosial. Harusnya beliau sebagai Tokoh nasional sebagai seorang ilmuan bukan hanya menjadi “Problem Provider” tetapi menjadi “Problem Solver” Meminjam Istilah Kepala BRIN (Badan Riset dan Inovasi Nasional) yang  mengedepankan Riset secara Komprehensif dengan tidak mengungkapkan narasi-narasi di media Massa yang sebenarnya narasi itu dimaknai berbeda oleh orang-orang yang tidak paham.


Berangkat dari pemberitaan yang mengutip narasi beliau Bahwa Kriteria Yang digunakan “Muhammadiyah adalah Kriteria Usang” selaku pegiat falak terkait hal ini sudah saya konfirmasi langsung ke Prof. Thomas melalui Group whatsapp “CANGKRUKAN” yang didalamnya berisi berbagai Ilmuan Tokoh Nasional yang berkecimpun dalam Dunia Riset antariksa termasuk Prof Tono Saksono dari Muhammadiyah.

Beliau mengklarifikasi bahwa ungkapan mengatakan “Kriteria Muhammadiyah Wujudul Hilal Usang” bukan untuk merendahkan tetapi ungkapan ini berangkat dari niat agar Muhammadiyah melakukan evaluasi secara Internal terkait perbedaan ini.


Namun saya menilai bahwa Ungkapan ini pada media Massa menandakan beliau sebagai peneliti tidak mampu menempatkan Narasinya pada Konteks Masyarakat yang akhirnya konflik “Ego Organisasi” semakin mencuak yang notabenenya diakibatkan langkah pemerintah dalam hemat saya terkesan terburu-buru dan Otoriter dalam menghasilkan Kriteria Baru di masyarakat.


Nalar berpikir masyarakat Kita belum Mampu menerima metode Baru “Imkanur Rukyat” diluar dari dua Metode yang selama Ini sudah sangat dikenal oleh masyarakat yakni “Rukyat” dan “Hisab” karena keduanya sudah dikenal sehingga keduanya tidak lagi dipertentangkan, namun Munculnya keputusan yang seakan Otoriter memaksakan Metode “IMKANUR RUKYAT” yang belum teralu dikenal masyarakat sebagai Metode Penentu dalam menetapkan awal bulan di Indonesia menjadi pemicu konflik lama.


Kriteria Imkanur Rukyat atau bisa dikenal dengan “Kriteria hasil Hisab dimana dimungkinkannya hasil Hisab Itu dilihat oleh mata” sebenarnya dalam dunia Penelitian Bukanlah Hal Yang baru, bahkan Muhammadiyah yang notabenenya sebagai Penganut Hisab Hakiki sejak tahun 1939 yang dimana kehadiran Kriteria Wujudul Hilal Kala Itu bukan sebagai antithesis dari Rukyat tapi lebih kepada girah Muhammadiyah dalam mengembangkan Riset keilmuan berdasarkan system yang Ilmiah yang memperhitungkan Posisi Matahari, bulan terhadap Bumi bukan berdasarkan system Aboge pada Masa Itu. Bahkan sebelum muhammadiyah memakai kriteri Wujudul Hilal dikalangan ilmuan Muhammadiyah sudah mengenal istilah IMKANUR RUKYAT.


Jadi kehadiran Imkanur Rukyat di masyarakat jangan di jadikan antithesis terhadap kriteria Wujudul Hilal Muhammadiyah melainkan harusnya para Tokoh Nasional menjadikan Imkanur Rukyat sebagai Anak Tangga Dalam membangun kebersamaan di seluruh dunia.


Sebagai tambahan bagi para masyrakat dan pegiat dakwah Ilmu Falak seharusnya dalam memberikan pencerahan di masyarakat haruslah hati-hati dengan mempertimbangan Konflik lama yang hampir terlupakan jangan malah menjadi amunisi kayu bakar yang baru untuk senantiasa menyebarkan bahkan lebih parahnya ketika memanfaatkan konflik yang ada sebagai kendaraan Politik.


Sebagai referensi terakhir kepada masyarakat sekedar menginformasikan bahwa untuk tahun 1444H kali Ini tidak akan ada perbedaan dalam hal Memulai Puasa Ramadahan 1444H yang InsyaAllah Jatuh Pada Tanggal 23 Maret 2023 Mendatang. Namun dalam hal pelaksanaan Lebaran Idul Fitri dan Idul Adha sudah tentu akan tergadi Perbedaan Muhammadiyah melalui kalendernya sudah jauh hari menetapkan pelaksanaan Idul Fitri akan jatuh pada tanggal 21 April 2023, dan dapat dipastikan Pemerintah akan menetapkan 22 April 2023 sebagai 1 Syawal 1444H karena dapat dipastikan Hilal tidak akan dapat di lihat oleh mata.


Oleh sebab itu kepada masyarakat tidak perlu risau biarlah permasalahan ini diselesaikan oleh para ilmuan kita secara Bijak, kita cukup menerima hasil Ijtihad masing-masing ulama yang kita anggap sebagai panutan selama ini tanpa menjatuhkan keputusan yang lain. Karena terkadang opini yang kita kluarkan justru malah menjadi boomerang untuk diri kita. Wallahu a’lam Bishawab.

(Mursyid Fikri) 

Share This Article :

TAMBAHKAN KOMENTAR

3160458705819572409