BLANTERVIO103

Menjaga Marwah PWI. Sejarah dan Perjalanan Panjang Organisasi Pers Tertua di Indonesia

Menjaga Marwah PWI. Sejarah dan Perjalanan Panjang Organisasi Pers Tertua di Indonesia
Selasa, 20 Mei 2025

 


Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) adalah organisasi profesi wartawan pertama dan tertua di Indonesia. Didirikan pada 9 Februari 1946 di Surakarta, PWI lahir dari semangat kebangsaan dan tekad untuk memperjuangkan kemerdekaan melalui kekuatan informasi dan narasi. Di tengah situasi politik yang belum stabil pasca-Proklamasi, wartawan-wartawan pejuang menyadari perlunya wadah bersama yang dapat menyatukan suara pers nasional dalam menghadapi penjajahan kembali oleh Belanda.


Awal Mula. Dari Perlawanan Menuju Persatuan

Pada masa penjajahan Belanda dan Jepang, pers Indonesia berada dalam tekanan dan sensor ketat. Namun, di tengah represi itu, tumbuh semangat perlawanan yang memupuk lahirnya pers nasional. Setelah Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945, kebutuhan akan organisasi pers yang independen dan nasionalis kian mendesak. Inilah yang mendorong lahirnya PWI, dengan tokoh-tokoh pers seperti Soemanang, Burhanuddin Mohammad Diah, dan Rosihan Anwar sebagai pelopor.


PWI lahir dengan misi utama: memperjuangkan kebebasan pers, menjaga integritas wartawan, dan turut serta dalam pembangunan bangsa. Pendirian PWI juga menjadi simbol bahwa profesi wartawan memiliki tanggung jawab besar terhadap arah dan nasib bangsa.


Peran Strategis PWI di Masa Perjuangan dan Kemerdekaan

Selama masa revolusi fisik, anggota PWI turut berjuang di garis depan informasi. Mereka tidak hanya menjadi saksi sejarah, tetapi juga pelaku yang menggugah semangat rakyat melalui tulisan dan berita. Pers menjadi alat perjuangan, dan PWI menjadi tameng untuk membela para wartawan dari tekanan politik dan militer.


Dalam perkembangannya, PWI berperan aktif dalam membentuk wajah jurnalisme Indonesia, memperkuat etika profesi, serta menjadi mitra strategis pemerintah dan masyarakat dalam proses demokratisasi. PWI juga menjadi salah satu inisiator pembentukan Dewan Pers, lembaga independen yang mengatur dunia pers di Indonesia.


Dinamika di Era Orde Baru dan Reformasi

Masa Orde Baru menjadi tantangan besar bagi kebebasan pers. PWI berada dalam situasi dilematis, karena pers saat itu berada di bawah kendali ketat rezim. Namun, di tengah tekanan itu, semangat profesionalisme dan nasionalisme tetap terjaga di tubuh PWI. Di era Reformasi, PWI mulai berbenah, memperkuat perannya sebagai organisasi independen yang mengedepankan kebebasan berekspresi dan kode etik jurnalistik.


Peran PWI semakin penting di tengah arus demokrasi yang kadang diwarnai disinformasi dan hoaks. PWI mendorong peningkatan kualitas wartawan melalui pendidikan, pelatihan, dan uji kompetensi, serta terus mengawal kebebasan pers sebagai pilar keempat demokrasi.


Tanggung Jawab Wartawan di Daerah. Menjaga Marwah PWI di Kabupaten Sidenreng Rappang

Sebagai bagian dari organisasi profesi wartawan yang lahir dari semangat perjuangan, para jurnalis di Kabupaten Sidenreng Rappang memiliki tanggung jawab moral untuk menjaga marwah PWI dalam setiap karya jurnalistik yang mereka hasilkan. Tanggung jawab ini bukan hanya simbolik, melainkan nyata dalam penerapan Kode Etik Wartawan Indonesia (KEWI) dan Kode Etik Jurnalistik dalam praktik sehari-hari.


Di tengah dinamika sosial, politik, dan pembangunan daerah, wartawan di Sidrap harus berdiri di tengah, independen, adil, dan tidak berpihak, serta mengutamakan verifikasi dan keberimbangan informasi. Mereka harus menolak tekanan dari berbagai pihak yang ingin memanfaatkan media sebagai alat propaganda atau pencitraan. Dalam menyampaikan informasi kepada publik, akurasi dan kebenaran harus selalu dikedepankan.


Menjaga nama baik PWI berarti juga menjaga kepercayaan masyarakat terhadap profesi wartawan. Di era digital saat ini, ketika informasi berseliweran tanpa filter, wartawan Sidrap yang tergabung dalam PWI diharapkan menjadi contoh dan rujukan dalam menghadirkan jurnalisme yang mencerahkan, bukan menyesatkan.


Selain itu, para anggota PWI Sidrap perlu membangun solidaritas sesama wartawan, memperkuat pelatihan profesional, serta menjaga hubungan yang sehat dengan narasumber dan instansi, tanpa mengorbankan independensi. Keteguhan memegang prinsip inilah yang akan membedakan wartawan sejati dari sekadar "penyampai berita."


Menjaga Warisan, Menatap Masa Depan

Warisan yang ditinggalkan para pendiri PWI adalah kompas moral bagi dunia pers Indonesia. PWI bukan sekadar organisasi, melainkan perjuangan kolektif untuk menjadikan informasi sebagai kekuatan membangun bangsa. Di tengah tantangan zaman, wartawan—terutama di daerah seperti Sidrap—harus tetap teguh menjadi penjaga kebenaran, pelayan publik, dan benteng demokrasi.


Mari kita jaga dan hormati PWI—bukan hanya karena usianya yang tua, tetapi karena nilainya yang abadi dalam sejarah dan perjalanan bangsa Indonesia. Di tangan wartawan yang beretika dan profesional, masa depan jurnalisme Sidrap dan Indonesia akan tetap bercahaya.

Penulis : Darwis Junudi (Wartawan kampung) 



Share This Article :

TAMBAHKAN KOMENTAR

3160458705819572409