Pasangkayu.Lenteramerahnews.co.id.
Seorang siswi sekolah menengah, Viana Nur Syarifah, saat mengendarai kendaraan roda dua menuju sekolahnya di Baras 4 mengalami kecelakaan pada Selasa, 25 agustus 2025, di jalan Dusun Tohiti, Desa Limori, Kecamatan Bulutaba, Pasangkayu.
Kronologi kejadian berawal ketika korban, Viana Nur Syarifah, mengendarai sepeda motor Yamaha Vilano dari rumahnya di Baras 6 menuju Baras 4, hendak ke sekolah.
Saat melintas di TKP, terduga pelaku yang mengendarai motor Suzuki Axelo berusaha menyalip motor di depannya dengan kecepatan tinggi.
Namun, pelaku kehilangan kendali dan menabrak korban.
Akibat kecelakaan tersebut, Viana mengalami luka serius, termasuk retak pada tulang rahang, sehingga perawatan medis harus ditanggung sepenuhnya oleh keluarga korban.
Atas peristiwa tersebut, pihak lawan tabrakan inisial SN dilaporkan ke Polisi dan ditetapkan sebagai tersangka dengan surat Penetapan Nomor SP.Tap/19/X/2025/Lantas, tanggal 07 Oktober 2025.
Proses hukumnya sudah berjalan, Bahkan SPDP sudah masuk tahap I dan berkas perkara telah dikirim ke kejaksaan.
Diketahui, Melalui kuasa hukum korban, Saiman, Pihak keluarga korban sempat ditawari penyelesaian melalui jalur restorative justice (RJ), namun menolaknya karena dianggap tidak mencerminkan rasa keadilan.
"Proses hukumnya sudah berjalan. SPDP sudah masuk tahap satu dan berkas perkara dikirim ke kejaksaan. Tapi sampai hari ini belum ada kejelasan lanjutan. Tersangka masih bebas, sementara klien kami mengalami luka berat,” Ujar Saiman, Kamis (16/10/2025). dikutip dari berita Tribun Sulbar.com.
Sementara itu, Penasehat Hukum tersangka SN, Syamsudin, mengatakan bahwa Perkara Pasal 310 ayat (3) UU RI Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah tertangani secara profesional. Perkara ini, kata Syam, Penyidik sudah menerbitkan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) Nomor SPDP/01/X/2025/Lantas.
“Tidak benar jika perkara ini mandek, buktinya penyidik sudah menerbitkan SPDP dan saat ini sudah masuk tahap I,” Tegas syamsudin di Pasangkayu, Jumat, 24 Oktober 2025.
Lanjut Syam, Tudingan bahwa perkara ini lamban dan mandek, itu hanya karena Korban dan PH kecewa tersangka tidak di tahan, padahal kata Syam, dalam hukum acara penahanan terhadap tersangka itu adalah kewenangan penyidik atau penuntut Umum dan bukan suatu kewajiban apalagi ini Pasal 310 yang ancaman pidananya di bawah 5 Tahun.
“Hal itu diatur dalam Pasal 21 dan 22 KUHAP, yang mana mengatur alasan subjektif penyidik atau Penuntut Umum untuk menahan dan tidak menahan. Penahanan dilakukan penyidik atau Penuntut Umum ketika ada kekhawatiran kepada tersangka akan melarikan diri, merusak atau menghilangkan barang bukti dan mengulangi tindak pidana sehingga kalau unsur tersebut tidak terpenuhi, tidak juga ada alasan normatif penyidik untuk menahan,” Terangnya.
Jadi kata Syam, melihat peristiwa hukum itu jangan dilihat hanya sepenggal-sepenggal dan tidak utuh, kita sebagai orang yang faham dengan hukum punya kewajiban untuk memberikan penjelasan secara normatif sehingga tidak terjadi sesat pikir. Justru Tersangka sudah menunjukkan itikad baik hanya saja kelurga korban saja yang menolak.
“Jadi Keputusan penyidik untuk tidak menahan adalah langkah yang patuh pada prosedur dan ketentuan hukum acara demi menjamin hak-hak tersangka juga karena unsur Pasal 21 ayat (4) KUHAP tidak terpenuhi secara objektif," Pungkas Syam. (LM)

Posted by 

Emoticon